Selasa, 25 Januari 2011

Berdoa = Trend Pop

Kira- kira dua bulan yang lalu ketika negeri yang memang sering ditimpa bencana alam ini ditimpa banyak bencana (lagi dan lagi). Banjir di Wasior, Papua; Tsunami di Mentawai, Sumatra; dan Meletusnya gunung Merapi. Itu yang dikatakan Media. Lalu muncul topic di seluruh media masa, bunyinya PRAY FOR INDONESIA. Berdoa lah intinya. Korbannya sangat banyak, karena memang tak banyak yang dapat dilakukan ketika bencana datang. Datang tanpa peringatan, Karena kata Guru NGAJI saya bencana adalah peringatan. Bantuan datang dari mana-mana. Doa, logistic, obat dan uang tersiar lewat layar kaca.
Lalu saya menunggu…. Muncul lah prasangka buruk : Berapa lama Orang-orang akan betah berdoa? Itulah sebabnya tulisan ini tak kunjung saya tulis , sampailah saat ini tertulis. Karena saya menunggu (padahal malas nulis). Dan ternyata benar. Prasangka buruk saya terbukti. Syukurlah, karena prasangka saya sudah bukan prasangka buruk lagi. Karena kenyataannya memang buruk. Belum lama dari saat start berdoa, yang mati tersengat wedus gembel, tenggelam, dan tersapu tsunami masih tetap mati. Luka masih terasa perih. Wabah pasca bencana malah timbul. Lahar panas sudah mendingin tetapi masih mematikan. Sementara berdoa sudah berhenti. Muncul topic-topic baru. Orang mulai mengalihkan perhatian ke hal yang lain. Kemenangan tim merah putih, Kekalahan tim merah putih, dunia politik, dan gayus lagi gayus lagi. Berdoa merupakan trend pop yang tidak bisa diikuti setiap saat.
Itu buruk sekali. Begitu pula saya.Saya tahu karena itulah yang saya kerjakan. Saya berdoa pas takut, putus asa, sedih, menyesal dan pas ingat saja. Jarang sekali saya senang lalu berdoa. Pas senang tidak ada pikiran untuk berdoa, hanya berbuat salah terus hingga bosan berbuat salah lalu menyesal, berdoa sebentar.
Sekitar 14 abad silam Tuhan berfirman “Dan Apabila Kami memberi nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri : tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdoa”. (Qur’an 42:51) .
Dan apakah itu sebuah kenyataan atau kebenaran? Memang itu nyata dan benar adanya. Tetapi apakah orang boleh gunakan ini sebagai pembenaran atau dasar kewajaran atas kekeliruannya??? Seperti kalimat bijak ini. “Manusia tempatnya salah dan lupa” Lalu apa artinya? Artinya, orang yang mengucapkan kalimat itu sedang atau habis berbuat salah dan lupa. Atau kalimat ini. “Sabar itu ada batasnya”. Yang artinya orang yang bilang itu sedang tidak ingin bersabar.
Maka sesekali mumpung ingat berdoalah “semoga kita ingat berdoa”.