Selasa, 15 September 2015

Suci Namun Goblok



Berikut adalah pemahaman saya ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 4. Ini saya tulis  sekadar sebagai sejarah pemikiran saya.

   Dimulai dari sebuah pertanyaan. Pertanyaan dasarnya adalah apa perbedaan antara manusia dengan hewan? Waktu itu saya belum mengenal klasifikasi makluk hidup. Jadi saya belum tahu bahwa manusia dapat diklasifikasikan ke dalam kingdom animalia.
   Waktu itu saya tahu sedikit apa itu seks, meski pun saya tidak menyebutnya demikian. Saya tahu bahwa jika kambing jantan memasukkan alat kelaminnya ke alat kelamin betina maka si pemilik kambing dapat bertambah jumlah kambingnya. Saya juga paham bahwa ayam, belalang, kupu-kupu melakukannya.Bahkan saya juga tahu bahwa jika manusia melakukannya maka si wanita bisa hamil. Namun saya tidak menyebutnya seks. Saya menyebutnya aktivitas pemerkosaan. Entah kenapa, mungkin karena saya belum pernah menyaksikan adegan seks, dan yang saya tahu hanya berita berlabel PATROLI di Indosiar.
   Menurut pemahaman saya manusia memiliki dua kemungkinan untuk bisa menghasilkan bayi. Pertama ada aktifitas pemerkosaan dan kedua karena cinta. Hanya cinta. Hanya cinta dan tanpa seks. Saya beranggapan bahwa pasangan suami istri yang saling mencintai tidak perlu melakukan hubungan pemerkosaan tadi. Karena mereka saling mencintai, maka hanya karena cinta itulah Tuhan mau menitipkan saya kepada Bapak dan Ibu. Dan itu alamiah. Maklum, bahkan saya tidak paham kisah Nabi Isa putra Maryam, Saya juga tidak tahu bahwa dalam kitab suci sudah dituliskan perihal sperma dan sel telur.
   Cinta, itulah sebuah kemungkinan yang dimiliki oleh umat manusia, yang membedakannya dari hewan. Hewan harus berhubungan seks untuk mendapatkan keturunan, sementara manusia tidak. Itulah pemahaman saya yang amat dalam mengenai mengapa saya bisa hidup di bumi ini. Itulah pemahaman saya mengenai cinta yang begitu tinggi, begitu suci. Suci karena saat itu pikiran saya belum banyak polutannya. Suci karena itu hasil pemahaman saya sendiri. Suci karena saya kira manusia tidak perlu 'tindakan pemerkosaan' tadi untuk mendapatkan keturunan. Suci namun naif. Hmm bukan, lebih enak disebut “suci namun goblok”. Goblok, masa seperti itu sekarang saya anggap tidak goblok? Merasa mendapat ilham yang suci (namun goblok) itu tadi, merasa itu penemuan yang hebat, teori yang fundamental mengenai awal keberadaan saya sendiri, lantas saya bercerita ke Bapak dan Ibu perihal pemahaman tersebut
    Ibu saya sontak terkejut. Lalu meluruskan bahwa manusia yang menikah juga melakukannya dan itu bukan pemerkosaan. Intinya itu.

    Saya juga terkejut mendengar pemahaman ibu. Pemahaman saya yang suci, yang sudah didapatkan dengan proses berfikir menggunakan pemahaman-pemahaman yang sudah saya punya, sirna. Teori saya runtuh. Saya agak sulit menerima mendengar kenyataan tersebut, memang kenyataan sering kali sulit diterima oleh jiwa yang tidak sehat. Saya merasa kotor. Sayangnya saat itu saya menjadi beranggapan buruk terhadap manusia, karena tidak bisa membedakan antara manusia dengan hewan, Tapi setidaknya saya jadi tidak goblok. Lalu, pertanyaannya, cinta itu apa? fungsinya apa?

Cinta tidak bisa sirna hanya disebabkan ketidakmampuan pengungkapan. Sebab bagian utama dari cinta itu adalah hati, bukan rasio. Seorang anak kecil mencintai susu. dan susu menjadi makanannya. Meski demikian ia tak dapat menjelaskan apa itu susu sebenarnya. Meskipun jiwanya menghasratkan, mustahil ia mampu mengungkapkan kepuasan yang diperoleh dari meminum susu atau bagaimana ia menderita apabila dijauhkan dari susu. -Jalaluddin Rumi
Itulah pemahaman saya dulu yang goblok mengenai hidup manusia dan cintanya. Dulu, bukan sekarang. Kalau sekarang, sudah banyak hal yang saya saksikan, sudah lebih banyak tulisan yang saya baca. Tingkat kegoblokan saya sudah berkurang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar