Akhirnya selesai juga proses
demokrasi yang penting banget namun tidak efisien dan sia-sia ini. Mengapa
tidak efisien? Karena anggarannya 7,9 triliun (TEMPO.CO). Kalau dibelikan senar
gelasan kualitas super panjangnya bisa sampai 900 juta kilometer. Sudah saya
cek di berniaga.com. Coba kalau dipergunakan untuk main layangan. Bisa sampai
planet Yupiter. Sudah terbayang to, mahalnya. Mengapa sia-sia? Karena katanya
terjadi kecurangan, sehingga salah satu negarawan yang menjadi kandidat menarik
diri dari proses penting banget ini. Mengapa Negarawan? Kata orang seperti itu.
Padahal negarawan itu orang pekerjaannya ngurusi
negara, pegawai negara, bukan yang sudah pensiun.
Apa itu demokrasi? Menurut
Abraham Lincoln demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat. Di negara saya, demokrasi sudah diterjemahkan
sebagi kedaulatan rakyat. Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Tidak berlainan dengan demokrasi menurut Lincoln. Demokrasi lalu
diwujudkan dengan proses voting melalui pencoblosan. Mengingat apa yang terjadi pada proses pencoblosan, pertanyaannya adalah apa yang berada di tangan
rakyat? Jawabannya adalah paku. Paku untuk mencoblos. Lalu apa sebenarnya yang diperjuangkan oleh
bangsa saya ini? Sesuatu di tangan rakyat, paku.
Demokrasi sejatinya adalah hal
yang baik, jika apa yang dimaksud kedaulatan rakyat itu tidak hanya paku itu.
Pemungutan suara hanyalah salah satu cara untuk menentukan yang menang dan yang
kalah. Sebagai sebuah bangsa yang beradab memang selayaknya mengadopsi
cara-cara beradab dari bangsa lain yang dirasa lebih beradab. Padahal sejak masih
ingusan hampir semua anak Indonesia dan mungkin dunia sudah mengenal cara
pengambilan keputusan, menentukan peran masing-masing anak sebelum bermain. Cara
yang mulia ini adalah hompimpa, suit atau pingsut, dan sebagainya. Hompimpa
adalah cara menentukan siapa yang menang dan kalah jika jumlah kandidat calon pemain
lebih dari dua. Lalu suit, pingsut, atau gunting batu kertas dilaksanakan jika
kandidatnya hanya dua. Tidak perlu uang, hanya tangan. Setelah itu semua anak
akan menerima keputusan, lalu bermain bersama-sama. Mereka tidak akan larut pada klaim yang menang siapa. Kalau sperti itu sampai ingusnya kering, tidak akan sempat bermain.
Sebagai pemuda Indonesia saya menawarkan sebuah cara untuk memilih presiden yang efektif dan efisien. Namanya juga menawarkan, kalau ada yang tidak setuju wajar. Daripada menghabiskan senar gelasan ratusan juta kilometer panjangnya. Lebih baik kandidat dipersilahkan melakukan hompimpa atau suit. Kalau rakyat menginginkan seperti itu maka itu menjadi bagian dari demokrasi. Hompimpa Alaihom Gambreng. Pasti mereka akan menerima apapun hasilnya. Setelahnya mereka akan bermain bersama-sama.
Saya agak heran bagaimana orang Yunani bisa menemukan demokrasi macam sekarang ini. Apa anak-anak Yunani musti melakukan voting sebelum main petak umpet? Padahal hompimpa adalah cara yang mulia. Sebuah studi yang dilakukan Zaini Alif menemukan bahwa "Hompimpa Alaihom Gambreng" itu bermakna "Dari tuhan kembali ke tuhan, mari kita bermain bersama!"
Demokrasi Alaihom Gambreng!Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, kembali ke Tuhan, Mari bermain bersama!
merdeka......seperti jaman pak harto. tapi dengan kataitu kita jadi bersemangat
BalasHapusSewa Mobil Situbondo