Rabu, 06 Agustus 2014

Gajah Ngidak Rapah



Dalam mukadimah tertulis bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan la la la ye ye ye. Sementara itu di dalam sebuah negara yang katanya sudah merdeka, kenyataannya tidak sesuai dengan tulisan itu.

Negara Indonesia adalah negara hukum. "Meski pun langit runtuh, hukum harus ditegakkan." Hanya orang bodoh yang menegakkan hukum saat langit runtuh. Sementara, bagaimana langit bisa runtuh kalau ia bukan sebuah kubah. Jika langit memang adalah sebuah kubah, lalu runtuh, apakah ada orang yang mau berlagak sok menegakkan hukum? Kalau langit runtuh betulan, ya sebaiknya kita bertobat, istighfar, tidak usah bertindak bodoh sok menegakkan hukum.Biarlah hukum itu runtuh. Langit saja runtuh, bagaimana bisa hukum tegak. Hukum itu hanyalah karya manusia, karena hukum yang lain, yang dibuat oleh Sang Pencipta itu sangat berbeda.

Hukum itu dibuat bukan sekadar untuk dipatuhi. Hukum dibuat dengan harapan mencapai tujuan tertentu.Yang terpenting tujuan itu, bukan hukumnya. Manusia selayaknya membela manusia lain yang dikasihinya, bukan kata-kata yang disepakati, apalagi kata-kata yang tidak dipahami bahkan belum pernah didengar.

Hukum itu berbahaya. Dengan hukum adalah benar membunuh orang. Dengan hukum adalah benar melarang wanita menggunakan penutup kepala, adalah benar melarang pelajar laki-laki memanjangkan rambutnya. Dengan hukum adalah salah seseorang menggunakan sendal jepit.

Saya kenal dengan istilah "Gajah ngidak rapah" atau jika diterjemahkan adalah gajah menginjak daun kering. Rapah atau daun kering yang dimaksud dalam pepatah ini mengandung arti atau maksud sebagai jebakan gajah. Jebakan untuk menangkap gajah  biasanya terbuat dari lubang besar di hutan yang di atasnya ditutupi daun-daunan kering. Jika gajah tersebut melewati daun-daunan kering tersebut gajah akan terperosok ke dalamnya. Niscaya gajah akan menderita.

Kata orang, pepatah di atas mengandung makna bahwa sesuatu yang menjadi pantangannya sendiri, dilanggar oleh dirinya sendiri. Pepatah tersebut di atas juga mengandung maksud bahwa orang bisa saja mengeluarkan aturan, larangan, dan kebijakan tertentu. Akan tetapi belum tentu orang yang mengeluarkan itu semua dapat menjalankannya dengan baik. Banyak sekali pembuat aturan, larangan, kebijakan, atau apa pun namanya pada kenyataannya dilanggarnya sendiri. 

Pemaknaan macam itu menjadi salah, karena gajah tidak membuat jebakannya sendiri. Mungkin gajah tidak memiliki kecerdasan layaknya manusia, tapi tidak cukup dungu untuk membuat jebakan untuk dirinya sendiri.Pemburu lah yang membuat jebakan itu, bukan gajah.

Saat ini penjajahan di atas dunia dapat dilaksanakan melalui aturan-aturan yang sah. Apa yang saya tulis diatas bukan berarti bahwa hukum tidak boleh ditegakkan. Hanya saja, saya merasa kasihan terhadap gajah. karena ulah pemburu yang kerjaannya menulis aturan di atas jebakan ditutupi daun kering yang akan diinjak gajah yang tidak tahu apa-apa, gajah terperosok di dalamnya.  Setidaknya gajah aman di dalam jebakan ketika langit runtuh.  Dalam dunia yang beradab seperti ini penjajahan dilakukan lewat aturan-aturan yang disepakati bersama. Entah bersama siapa. Mulai sekarang gajah ngidak rapah berarti manusia yang menderita karena aturan yang dibuat orang lain.

Akhir kata, Di mana langit dijunjung di situlah bumi dipijak. Dalam celah sempit antara bumi dan langit itulah manusia, gajah, ikan  belalang kupu kupu menderita, dihimpit, ditekan oleh langit dan bumi, ditambah jebakan sial pemburu gajah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar